Hakikat Psikologi Islam (Bagian 2)

Posted on May 11, 2010. Filed under: Artikel Pendidikan |

Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag

Guru Besar Psikologi Islam UIN Jakarta, Dosen Pascasarjana UI, Dewan Pakar Asosiasi Psikologi Islami (API), dan Dewan Ahli Ikatan Mahasiswa Muslim Psikologi Indonesia (Imamupsi)

Polemik seputar pengembangan psikologi apakah bersumber dari profesi dan lingkungan praktek kedokteran atau dari penelitian akademik masih terus terjadi. Hall dan Lindzey menyatakan, bahwa tokoh besar seperti Freud, Jung dan McDougall tak hanya berijazah dalam ilmu kedokteran, tetapi juga berpraktek sebagai ahli psikoterapi.

Ini menunjukkan bahwa pengembangan psikologi bersumber dari profesi dan lingkungan praktek kedokteran, dan bukan berasal dari penelitian akademik. Karena banyak di antara metode dan teknik yang mereka kembangkan justru menyalahi dan memberontak terhadap masalah-masalah normatif yang sudah mapan di lingkungan akademik.

Problem seperti ini bukan menjadikan psikologi kepribadan dilupakan, tetapi malah memiliki implikasi penting dalam pengembangan diskursus-diskursus lain.

Kondisi ini menunjukkan bahwa psikologi kontemporer Barat pada mulanya tidak mengikuti aturan-aturan ilmiah yang berlaku di dunia akademik, tetapi setelah teori-teori mereka teruji secara empirik dan bermanfaat bagi kehidupan umat manusia, maka pemikiran mereka diakui sebagai disiplin yang objektif.

Khazanah Islam

Para pemerhati, analis dan peneliti disiplin psikologi, akhir-akhir ini telah membuka jendela untuk mengintip wacana yang berkembang di dalam khazanah Islam. Mereka sadar, bahwa psikologi Barat kontemporer, baru berusia dua abad, padahal upaya-upaya pengungkapan fenomena kejiwaan dalam Islam telah lama berkembang.

Mereka mengetahui kedalaman materinya, lalu mereka masuk ke dalamnya, dan mencoba mempopulerkannya. Hall dan Lindzey telah menulis satu bab khusus untuk psikologi Timur. Menurutnya, salah satu sumber yang sangat kaya dari psikologi yang dirumuskan dengan baik adalah agama-agama Timur.

Dalam dunia Islam, para sufi (pengamal ajaran tasawuf) telah bertindak sebagai para psikolog terapan. Tasawuf merupakan dimensi esoteris (batiniah) dalam Islam, yang membicarakan struktur jiwa, dinamika proses dan perkembangannya, penyakit jiwa dan terapinya, proses penempaan diri di dunia spiritual (suluk), proses penyucian jiwa (tazkiyah an-nafs) dan cara-cara menjaga kesehatan mental, dan sebagainya. Aspek-aspek ini dalam sains modern masuk ke dalam wilayah psikologi.

Keunikan Psikologi Islam

Dalam tulisan yang lalu telah disebutkan bahwa objek kajian psikologi Islam memiliki ciri unik yang tak akan ditemukan dalam psikologi kontemporer Barat. Objek kajian psikologi Islam adalah ruh, yang memiliki dimensi ilahiah (teosentris), sedangkan objek kajian psikologi kontemporer Barat berdimensi insaniah (antroposentris).

Keunikan yang dimiliki psikologi Islam terutama menyangkut masalah-masalah mendasar (kerangka filosofis), dan bukan masalah-masalah teknis-operasional. Psikologi Islam tidak akan mentolerir masalah-masalah yang fundamenatal. Sebab, jika hal itu diabaikan, maka mengakibatkan pengkaburan antara hakikat Psikologi Islam dengan Psikologi Kontemporer Barat.

Sedangkan masalah-masalah teknik-operasional, Islam tidak banyak menyinggungnya, sehingga tak ada salahnya jika mengadopsi dari yang lain. Misalnya dalam pembagian struktur manusia, Islam tidak menerima teori Sigmund Freud yang membagi struktur jiwa manusia dengan id, ego, dan super ego.

Pembagian ini menafikan alam supra sadar, sehingga kepercayaan akan Tuhan atau agama dinyatakan sebagai delusi atau ilusi. Sementara Islam mempercayai adanya struktur ar-rûh yang berdimensi ilahiyah dan bersentuhan dengan alam supra sadar, sehingga orang yang beragama merupakan bentuk tertinggi dari aktualisasi diri kepribadian manusia.

Demikian juga dalam masalah mimpi. Freud dan para psikolog lainnya menyatakan bahwa mimpi hanyalah produk psikis. Sedangkan dalam Islam, mimpi boleh jadi berasal dari produk psikis, dan boleh jadi pula dari dunia eksternal seperti dari Tuhan dan setan. Jika seseorang tidak percaya adanya mimpi dari dunia eksternal, berarti ia tidak mempercayai sebagian wahyu. Sebab sebagian wahyu ada yang diterima Rasulullah SAW melalui mimpi.

Namun jika persoalan mimpi berkaitan dengan teknik analisis untuk keperluan terapi, maka tidak ada salahnya jika hal itu diadopsi dari teori Freud atau psikolog yang lain. Penjelasan masing-masing term tersebut dapat dilihat dalam pembahasan struktur dan dinamikanya.

Bahan Bacaan

Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, Teori-Teori Psikodinamik (Klinis), terj. Yustinus, 1993

Shafii, Freedom from the Self: Sufism, Meditation, and Psychotherapy, 1985

Hoesen Nasr (ed.), Islamic Spirituality: Foundation, 1989

Ronald Alan Nicholson, Fi al-Tashawwuf al-Islami wa Tarihihi, terj. Abu al-ala al-Afifi, 1969,

Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, Teori-Teori Holistik (Organismik-Fenomenologis), terj. Yustinus, 1993

Frank. J. Bruno, Kamus Istilah Kunci Psikologi, terj. Cecilia G. Samekto, 1989

Calvin Hall dan Gardner Lindzey, Teori-Teori Sifat dan Psikobehavioristik, terj. Yustinus, 1993

Sukanto Mulyomartono, Nafsiologi; Suatu Pendekatan Alternatif atas Psikologi, 1986

Hasan Muhammad asy-Syarqawi, Nahw ‘Ilm an-Nafs al-Islâmi, 1979

Muhammad Mahmud Mahmud, Ilm an-Nafs al-Mashîr fî Dhaw’i al-Islâm, 1983,

Maruf Zarif, ‘Ilm an-Nafs al-Islâmi, 1989

Muhammad Utsman Najati, al-Qurâ`n wa ‘Ilm an-Nafs, 1982

H.S. Zuardin Azzaino, Asas-asas Psikologi Ilahiah; Sistem Mekanisme Hubungan antara Roh dan Jasad, 1990.

Make a Comment

Leave a comment

One Response to “Hakikat Psikologi Islam (Bagian 2)”

RSS Feed for QALAM MAG Comments RSS Feed

psikologi Isalam suatu kajian yang menarik untuk dibahas, salam kenal Pak Mujib, semoga kajian2 berikutnya bisa lebih mencerahkan


Where's The Comment Form?

  • Rubrikasi

  • Office

    Jl. Pancoran Baran XI no. 2 Jakarta Selatan Phone: (021)79184886-(021)27480899 Email: majalahqalam@yahoo.com

Liked it here?
Why not try sites on the blogroll...