Merebut Kembali Bisnis Di Batam

Berkah peluang bisnis di kawasan emas Batam seharusnya ditangkap para entrepreneur muslim sebagai tantangan. Jangan sampai dikuasi kelompok jaringan pengusaha Yahudi ataupun Nasrani.

Hampir dua dasawarsa lalu, dalam satu perbincangan dengan budayawan Emha Ainun Najib (Cak Nun) di Pekanbaru Riau, saya menanyakan kepada, apa yang kurang dari pembangunan kawasan industri Batam? Cak Nun menjawab, BJ. Habibie sebagai “desainer” yang merancang pembangunan Pulau Batam sebagai kawasan industri telah melupakan satu hal, budaya!

Manusia yang hidup di Batam dibiarkan larut dalam ingar bingar suara mesin-mesin industri sepanjang hari, siang-malam. Sampai akhirnya, mereka menjelma tak lebih dari sekadar mesin. Ya, bagian dari mesin-mesin, yang kering jiwanya. Kondisi itulah yang ditangkap oleh berbagai kalangan sebagai peluang. Baik partai politik, misionaris, aliran keyakinan sesat, maupun jaringan radikal kiri dan kanan, bahkan oleh sel teroris sekalipun.

Sebab, dengan jiwa yang kering, mereka begitu mudah disusupi lalu direkrut dan disesatkan. Terbukti, ada puluhan aliran sesat yang telah dibubarkan aparat di Batam. Terbukti lagi, hampir semua anggota jaringan teroris yang telah tertangkap, pernah beroperasi di Batam, bahkan meledakkan sebuah gereja di Sei Panas Batam.

Bagi partai politik berlabel agama (Islam maupun Kristen) mereka adalah “pangsa pasar” empuk. Buktinya, dua partai politik berlebel agama, PKS (Partai Keadilan Sejahtera) dan PSD (Partai Damai Sejahtera) tumbuh subur di Batam. Bahkan, pada Pemilu 2004 lalu, PKS berhasil meraih suara terbanyak dan berhasil pula mengantarkan kadernya menjadi Wakil Walikota Batam, Ria Saptarika.

Kondisi tersebut, sungguh merupakan suatu ironi yang tengah terjadi dan terus berlangsung sampai kini. Industri yang semakin mengeringkan jiwa. Baru dalam sekitar lima tahun terakhir, ada perhatian pemerintah daerah untuk memperhatikan masalah kerohanian masyarakat Batam. Melalui berbagai kegiatan agama dan pembangunan pesantren dan sekolah-sekolah agama.

Bagaimanapun, secara psikologis, manusia tetaplah merupakan sosok yang tak hanya cukup dengan pemenuhan kebutuhan materinya semata. Maka, kebutuhan psikologis pun dicari dengan berbagai cara. Ada yang masuk dalam track yang benar, namun tidak sedikit yang tersesat dalam lorong gelap lagi sesat.

Masyarakat Batam sangat haus dengan aneka sentuhan rohani. Terlihat, saat setiap kunjungan mubaligh atau para da’i dari berbagai kota, seperti Aa Gym atau KH. Zainuddin MZ, forum pengajian selalu dipenuhi masyarakat. Kunjungan pastor dari luar kota Batam dan luar negeri juga mendapat antisiasme tinggi.

Selain itu, kegiatan-kegiatan keagamaan juga tumbuh subur, seperti pengajian wirid, ibu-ibu, salafiyah, hingga komunitas jama’ah tabligh. Semua itu membuktikan, sesungguhnya masyarakat Batam yang tengah kehausan akan siraman rohani.

Namun begitu, Batam tetap menjadi harapan dan primadona bagi Indonesia. Bukan karena sumber daya alam yang dimiliki, tapi Batam juga dikarunia rahmat geografis yang berbatasan langsung dengan tiga negara: Singapura, Malaysia dan Thailand. Belum lagi anugerah Allah berupa selat terpadat di dunia, Malaka, yang merupakan jalur transportasi perdagangan laut yang paling ramai dan ekonomis.

Dengan berbagai potensi itulah, tak salah jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Januari 2009 lalu meneken sebuah Keputusan Presiden No. 02 tahun 2009 tentang zona kawasan perdagangan (free trade zone) Batam, Bintan dan Karimun (BBK). Bahkan, SBY sendiri yang mengumumkan Kepres itu di Pantai Costarina Batam Center. Lalu, apa untungnya kawasan industri Batam bagi rakyat Indonesia di luar Batam?

Tentu saja, selain kontribusi sektor pajak kepada negara yang tidak kecil, Batam juga merupakan pintu masuk wisatawan asing terbesar kedua di Indonesia setelah Bali. Apalagi, jika dua tempat judi terbesar di Singapura (Sentosa dan Marina) dioperasikan pada November 2009 mendatang. Tentu ada peluang bisnis yang dapat “diendus” oleh para entrepreneur di luar Batam.

Entrepreneur Muslim

Sejak dibangun tahun 1971 oleh Badan Otorita Batam (BOB), saat ini Batam telah memiliki tidak kurang dari 1.000 perusahaan asing yang sebelum krisis keuangan melanda Amerika Serikat (AS), menyerap tak kurang dari 350 ribu orang karyawan. Jumlah itu belum termasuk karyawan yang bekerja di sektor jasa dan perdagangan, pegawai negeri sipil, polisi dan TNI.

Maka, oleh entrepreneur asal Surabaya, Ibu Rutanti, populasi pekerja yang besar itu ditangkap sebagai peluang bisnis restoran yang sangat potensial. Di bawah bendera restoran “Ayam Penyet Ria”, wanita paruh baya itu memulai bisnis kulinernya, justru saat krisis ekonomi melanda republik ini, tahun 1998. Sejak itulah, layar bisnis masakah khas Jawa Timur dikembangkan di kawasan Nagoya Batam. Hanya perlu waktu sepuluh tahun, ia sudah memiliki jaringan bisnis restoran yang mulai menggurita di Singapura, Malaysia, Pekanbaru, Jakarta, Malang dan berbagai kota lain.

Bisnis tak mesti harus dimulai dari “titik sentral”. Dan untuk menangkap peluang bisnis di Batam, tak harus ke Batam. Bisa dimulai dengan membangun jejaring terlebih dahulu di Batam, sambil mengendalikan bisnis dari jauh. Itulah yang dilakukan brand-brand besar dari seluruh Indonesia dan mancanegara yang tengah menyerbu Batam. Sebut saja misalnya untuk bisnis forwarding asing, ada DHL dan ELTEHA, atau Primagama untuk brand bisnis pendidikan, dan masih banyak lagi brand-brand dari luar Batam yang telah berhasil menancapkan kukunya di Batam.

Yang paling aktual, ada seorang polisi yang memiliki jiwa entrepreneur berhasil menjadi “raja tebu”, seperti nama usahanya menjual es tebu di pinggir-pinggir jalan, “Raja Tebu”. Sebuah brand yang diklaim sebagai cabang dari Jakarta. Sang entrepreneur langsung menggebrak Batam dengan puluhan armada sepeda motor China, yang dilengkapi bak kecil dan alat penggiling tebu di bagian belakangnya. Pasukan es “Raja Tebu” mobile ke berbagai tempat strategis di pinggir jalan di Batam. Hanya dalam hitungan kurang dari lima bulan, armada “Raja Tebu” sudah berhasil menguasai setiap sudut utama Kota Batam.

Peluang utama yang dijanjikan oleh Batam adalah bisnis di sektor industri padat modal. Sebagai kawasan perdagangan bebas, Batam menikmati berbagai kemudahan. Seperti fasilitas bebas pajak impor, barang mewah dan sebagainya. Sayangnya, peluang yang semestinya ditangkap para //entrepreneur// lokal sebagai tantangan, malah mulai dikuasi oleh kelompok jaringan pengusaha Yahudi ataupun Nasrani. Lalu, di mana //entrepreneur// Muslim?

Ada beberapa peluang bisnis yang sudah semestinya diambil oleh para //entrepreneur// muslim di Batam. Di antaranya membangun sekolah Islam modern dan maju untuk kalangan menengah atas. Sebab, untuk melanjutkan pendidikan anak para pejabat maupun pengusaha muslim kelas menengah atas di Batam, mereka tak memiliki pilihan selain keluar Batam, Malaysia, Singapura, Jakarta atau daerah lain.

Atau, mengapa entrepreneur muslim tidak memanfaatkan Batam sebagai step stone untuk menjadikan Singapura sebagai etalase dari produk-produk kita? Sebab, meski ribuan barang diproduksi di Batam, tapi tidak semuanya ditulis dengan jujur, ‘made in Indonesia’. Mengapa berkah peluang bisnis ini kita biarkan diambil oleh mereka? (saibansah dardani)

Leave a comment

  • Rubrikasi

  • Office

    Jl. Pancoran Baran XI no. 2 Jakarta Selatan Phone: (021)79184886-(021)27480899 Email: majalahqalam@yahoo.com

Liked it here?
Why not try sites on the blogroll...